Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda
sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.
Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian
Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank
sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan
sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting
lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank
komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur
kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari
bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok
bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai
agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta
memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai
dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan
fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan
wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada
tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya
menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk
meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global
melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan
Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
STATUS DAN PERANAN BANK INDONESIA
Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai bank sentral
yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu
Undang-undang
No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17
Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai
suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan
pemerintah
ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen,
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan
setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang
tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank
Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau
mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Untuk lebih menjamin indenpendensi tersebut, undang-undang ini telah
memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam
strukturketatanegaraan
Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan
Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping
itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen,
karena kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah. Status dan
kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih
efektif dan efisien
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum politik maupun badan hukum perdata
ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank
Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan
pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas
sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank
Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di
luar pengadilan.
TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
- Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
- Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK INDONESIA
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia
menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau
kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank,
dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan
ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip
kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan
dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin
pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan
atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada
bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan,
Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung.
Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara
berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung
dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.
Upaya Restrukturisasi Perbankan
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem
keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh
langkah reksturusiasi perbankan
yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan
kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong
pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas
pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapatilisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.
OTORITAS MONETER
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk memutuskan
dan melaksanakan kebijakan mopneter yang tepat. Kebijakan itu bisa
berupaopen market operation, discount policy, sanering, dan selective
credit.
SISTEM PEMBAYARAN
Menjaga stabilitas nilai tukar
rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan
Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga
stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan
kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga
perlu didukung oleh infrakstruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai
otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan
kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan
persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important nbank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring
antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga
adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan
alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut,
menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari
peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari
komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan
di indonesia.
BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak
yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut.
BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan
sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atautransfer dana,
baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral
juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan
sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian risiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.
Di sisi alat pembayaran tunai,
Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk
mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan
memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam
mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya
untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam
nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam
kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy
tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang,
pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan
perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik
sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang
dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi
baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai instrntik serta
masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah
serta komposisi pecahan uang
yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan
tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang
emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah
dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau
diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan
uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah
persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama
jangka waktu tertentu. Kegitan ditstrubusi dilakukan melalui sarana angkutan laut, dan udara.
Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik
melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem
monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada
bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan
melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan
melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di
seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan
yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi
tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.
Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan
meminimalisasi peredaran uang pasu
serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang
dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia
atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang
Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Indonesia
melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut
adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil
cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan
pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak
ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur
sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai
wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi
Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima
tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali
masa tugas.
Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh presiden
dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh
Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota
Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden,
kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak
pidana kejahatan.
Pengambilan keputusan
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan
Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter,
serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi
atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang
bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam
Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
PERAN BANK INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem
pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas
moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem
pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas
moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak
artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang
yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang
signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya,
stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan
moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan
moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka
transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal.
Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi
stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem
keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem
keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam
memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank
Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk
menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga
dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu
menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini
mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap
berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga
yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi.
Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas
moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut Inflation targetting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital
dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya
perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan
melalui mekanisme pengawasan dan regulasi
Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa
yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor
ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu
perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem
pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan.
Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan
pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus
dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang
menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang
kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement)
dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus
mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan
stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia
telah menyusun arsitektur perbankan indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran Sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle)
pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan
timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran
sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang
bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan
yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan
pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang
cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem
pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement)
yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran.
Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki
informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam
sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan
pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang
dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential
untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan
tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait
dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam
sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengamanan sisitem keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort
(LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai
bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya
ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan
likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya
diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi
memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal,
fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan
likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar
kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus
menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan
risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam
penyediaan likuiditas tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar